Prinsip ini dalam rumusannya yang
lengkap berbunyi Al-Ashlu fi al-asy-yaa`
al-ibahah maa lam yarid dalil at-tahrim
(hukum asal benda adalah mubah selama tidak terdapat dalil yang
mengharamkannya). (‘Atha Ibnu Khalil, Taysir Wushul Ila Al-Ushul, hal. 16;
Abdul Hamid Hakim, Mabadi` Awwaliyah, hal. 48; Al-Qaradhawi, Halam dan Haram
dalam Islam, hal. 14-15). Yang dimaksud asy-ya` (sesuatu) dalam kaidah itu
adalah materi-materi yang digunakan manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
Perbuatan atau aktivitas manusia tidak termasuk di dalamnya (Atha Ibnu Khalil,
Taysir Wushul Ila Al-Ushul, hal. 15). Kaidah ini disimpulkan dari berbagai ayat
yang menyatakan bahwa segala apa yang diciptakan Allah di langit dan bumi
adalah diperuntukkan bagi manusia, yaitu telah dihalalkan oleh Allah (misalnya
QS Al-Baqarah [2] : 29, QS Al-Jatsiyah [45] : 13, QS Luqman [31] : 20).
Penerapan kaidah itu misalnya
bagaimana status hukum hewan yang tidak ada keterangannya, apakah halal atau
haram. Dalam hal ini, ditetapkan hukum asalnya, yaitu mubah. As-Subki
mencontohkan, jerapah hukumnya halal, berdasarkan prinsip ini (Abdul Hamid
Hakim, Mabadi` Awwaliyah, hal. 48).